Senat AS Memperkenalkan Undang-Undang DEFIANCE untuk Melawan Deepfake Nonkonsensual yang Dihasilkan oleh AI

Senat AS Memperkenalkan Undang-Undang DEFIANCE untuk Melawan Deepfake Nonkonsensual yang Dihasilkan oleh AI

Node Sumber: 3092761

Senat AS telah mengusulkan UU DEFIANCE sebagai respons terhadap meningkatnya penyebaran gambar eksplisit non-konsensual yang dibuat oleh AI, seperti yang terjadi pada insiden deepfake baru-baru ini yang melibatkan Taylor Swift. RUU ini bertujuan untuk memberikan bantuan hukum bagi para korban dan mengkriminalisasi produksi dan distribusi konten tersebut.

Senat Amerika Serikat saat ini sedang mempertimbangkan Undang-Undang Gangguan Gambar Palsu dan Pengeditan Non-Konsensual tahun 2024, yang umumnya dikenal sebagai Undang-Undang DEFIANCE. RUU bipartisan ini diperkenalkan sebagai tanggapan atas meningkatnya kekhawatiran terhadap gambar dan video “deepfake” yang bersifat non-konsensual dan eksplisit secara seksual, terutama yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan (AI). Pemberlakuan undang-undang ini secara signifikan didorong oleh insiden baru-baru ini yang melibatkan gambar eksplisit penyanyi Taylor Swift yang dibuat oleh AI, yang menyebar dengan cepat ke seluruh platform media sosial.

DEFIANCE Act bertujuan untuk memberikan ganti rugi perdata federal bagi para korban yang dapat diidentifikasi dalam “pemalsuan digital” ini. Istilah ini didefinisikan dalam undang-undang sebagai penggambaran visual yang dibuat menggunakan perangkat lunak, pembelajaran mesin, AI, atau cara lain yang dihasilkan komputer agar tampak asli dan palsu. Undang-undang tersebut akan mengkriminalisasi pembuatan, kepemilikan, dan distribusi konten eksplisit yang dihasilkan oleh AI tanpa persetujuan. Undang-undang ini juga akan menetapkan batas waktu sepuluh tahun, dimulai sejak subjek yang digambarkan dalam konten deepfake non-konsensual menyadari gambar tersebut atau berusia 18 tahun.

Perlunya undang-undang tersebut ditegaskan oleh penelitian pada tahun 2019 yang menemukan bahwa 96% video deepfake adalah pornografi non-konsensual, yang sering digunakan untuk mengeksploitasi dan melecehkan perempuan, terutama tokoh masyarakat, politisi, dan selebriti. Penyebaran deepfake yang meluas ini dapat menimbulkan konsekuensi yang parah bagi para korbannya, termasuk kehilangan pekerjaan, depresi, dan kecemasan.

Saat ini, tidak ada undang-undang federal di Amerika Serikat yang secara khusus menangani maraknya pornografi palsu secara digital yang meniru orang sungguhan, meskipun beberapa negara bagian seperti Texas dan California memiliki undang-undangnya sendiri. Texas mengkriminalisasi pembuatan konten AI terlarang, dengan potensi hukuman penjara bagi pelanggarnya, sementara California mengizinkan korbannya untuk menuntut ganti rugi.

Pengenalan RUU ini muncul pada saat isu eksploitasi seksual online, terutama yang melibatkan anak di bawah umur, mendapat perhatian besar. Komite Kehakiman Senat, dalam sidang bertajuk “Teknologi Besar dan Krisis Eksploitasi Seksual Anak Online,” sedang mengkaji peran platform media sosial dalam penyebaran konten tersebut dan perlunya tindakan legislatif.

Inisiatif legislatif ini menyoroti meningkatnya kekhawatiran atas penyalahgunaan teknologi AI dalam pembuatan konten deepfake dan perlunya kerangka hukum untuk melindungi individu dari eksploitasi dan pelecehan tersebut.

Sumber gambar: Shutterstock

Stempel Waktu:

Lebih dari Berita Blockchain